Rabu, 04 Januari 2012

Pameran "In Between" Karya Kurniadi Widodo



Bagi penikmat foto sepertiku, melihat pameran foto  adalah sebuah hiburan. Dalam arti, foto-foto di pameran memberikan “vitamin” mataku . Karena menurutku, karya visual instan di ruang publik sangat datar,seragam dan seperti tak memiliki niat lain kecuali membangkitkan hasrat memiliki.  Karena itu, aku selalu menyambut  bahagia ketika seoarang teman mengajak  menikmati pameran foto. 
Tetapi hal yang selalu  kutanyakan dan kadang-kadang membosankan adalah pertanyaan berulang, yaitu mengenai pesan apa yang ingin disampaikan seniman melalui karyanya. Mengkritisi estetika karya belum menjadi tradisiku. Kalau mas atau mbak mengharapkan hal itu, maka saranku, jangan meneruskan membaca catatan ini.      
Melihat pameran foto ‘In Between’di Kelas Pagi Yogyakarta, saya menangkap sebuah ironi puitika diri. Seniman menangkap kontrakdiksi pada objek-objek visual yang membentang luas di segala ruang.Objek-objek  itu bercerita  ironi  mengenai harapan manusia untuk membangun ruang yang nyaman untuk ditinggali sekaligus penghancuran harapan itu. Sederhananya, objek-objek visual itu menguak kontradiksi antara imaji yang diharapkan dengan realita ketamakan manusia sendiri.
Salah satu karya Kurniadi Widodo yang menyiratkan makna itu  berupa  pohon-pohon yang gagah perkasa menjulang ke langit yang  telah atau akan dipotong, disamping pohon-pohon itu terdapat alat-alat berat . Hanya bagian atas pohon yang terlihat karena tanah tempat pohon itu tumbuh dipagari seng dengan gambar  tumbuh-tumbuhan kecil, kereta kuda dengan penumpang dan kusirnya dengan background waktu senja.     
Pohon-pohon besar yang gersang dan gundul itu menyiratkan penghancuran alam oleh manusia. Sementara pagar seng dengan gambar tumbuh-tumbuhan kecil menyiratkan ilusi keramahan lingkungan serta kenyamanan.
Problem kerusakan lingkungan serta praktik ketamakan manusia sungguh terlihat dalam karya Widodo ini.   Objek-objek itu semacam perasaan  sinis dan mengejek para manusia. Foto-foto itu seperti sebuah cermin  para manusia mengenai hubungannya dengan bumi.  Satu wajah  berhasrat untuk melumat dan mengubah bumi, sedangkan yang lain merindui serta memimpikannya.
Karya-karya itu mewakili sebuah keresahan dan ketakutan bersama akan rusaknya alam, sekaligus ketidakberdayaan manusia mendisplinkan ketamakannya. Keinginan manusia untuk bersahabat dengan alam, dengan kampanye ramah lingkungan yang selalu digembar-gemborkan, bertabrakan dengan hasrat manusia untuk mengusai dan mengeruk untung sebanyak-banyaknya.   



Tidak ada komentar: